RASULULLAH Saw
memberikan kita panduan sebelum keluar rumah, yaitu dengan membaca doa keluar
rumah, "Bismillahi tawakkaltu
'alallahi Laa Hawla wa Laa Quwwata Illaa Billah." Artinya adalah, "Dengan nama Allah, aku bertawakkal kepada Allah, Tidak ada daya
dan kekuatan kecuali dari Allah." Sebelum keluar, ada baiknya kita
mengamalkan do’a ini.
Kenapa Rasul kita yang mulia
menuntun kita untuk berdoa sebelum keluar rumah? Setidaknya, itu karena
beberapa hal: PERTAMA, Doa adalah PERISAI. "Doa adalah perisai/senjata
kaum mukmin," demikian salah satu sabda beliau. Artinya bahwa doa adalah
senjata kita yang sangat berguna yang menemani kita dalam aktivitas
sehari-hari.
Dalam segala hal, Rasul
memberikan kita tuntunan, untuk berdoa. Kita keluar rumah ada doanya. Kita
belajar ada do’a-nya. Kita makan. Minum. Masuk kamar mandi. Keluar kamar mandi.
Dan, berkumpul antara suami istri juga ada aturan dan doanya agar tidak ada
intervensi setan dalam "ibadah" kita yang mulia itu.
KEDUA, Tanda kita taat kepada
Allah. Siapa yang taat kepada Allah, maka dia tentu akan mengikuti perintah
Allah dan rasul-Nya. Kita taat pada risalah yang dibawa oleh Rasulullah Saw,
olehnya itu maka kita berdoa.
Orang yang tidak taat, atau
sombong, dan bangga akan dirinya sesungguhnya telah dipedaya oleh setan. Ini
yang pernah diucapkan oleh Qarun tentang hartanya yang melimpah, kurang lebih:
"ini adalah jerih payah saya!", "Ini hasil keringat saya!"
Orang yang sombong, dan lupa
daratan bahwa Allah-lah yang memberikan dia rezeki adalah orang yang lalai pada
Allah. Orang yang lalai akan selalu merasa baik, padahal apa yang dilakukannya
bertentangan dengan aturan dari Allah Swt.
Kita taat, maka kita berdoa. Kita ingin mendapatkan pahala, surga, maka
kita berdoa.
Di media massa waktu peristiwa
kematian menimpa seorang direktur yang disinyalir melihatkan seorang petinggi,
beritanya jadi heboh. Dalam sebuah perjalanan, seorang dengan sepeda motor
menembakkan ke dalam mobil, dan singkat kata, meninggallah sang korban. Terlepas dari apapun motif, konspirasi,
dan siapa pelaku dibalik kejadian itu, kita sebagai seorang muslim perlu
mengambil ibrah. Marilah kita berikan pertanyaan bagi diri kita, "Bagaimana kalau dalam perjalanan
saya tiba-tiba meninggal?" "Sementara
dosa saya sangat banyak ini, apakah saya siap untuk begitu cepat dipanggil
oleh-Nya?"
Tidak ada yang menyangka bahwa
9 orang mahasiswa di Malang yang baru pulang menghadiri sebuah pesta ulang
tahun temannya kemudian ditimpa kecelakaan. Di malam hari, mobil mereka
menabrak sesuatu, sehingga membuat mereka pergi untuk selamanya. Dan, tak ada
yang menyangka juga kalau di Aceh yang aman-aman saja itu harus ditimpa dengan
Tsunami, Padang tak ketinggalan. Pada 2010, Di Wasior (Papua), banjir juga
melanda. Gunung Merapi di Jogja juga sepertinya tak mau ketinggalan. Mbah
Marijan sudah direnggutnya, begitu juga ratusan korban dari awan panas yang
dikenal dengan nama wedhus gembel
itu. Tak cukup di Jogja, Mentawai juga diterjang tsunami. Hmm, cobalah kita
merenung. Banyak sekali peristiwa akhir jaman yang melanda, dan kematian datang
begitu saja, tak sempat terkira-kira.
Kita tidak pernah tahu kapan
kita mati. Dan, tidak ada yang pernah tahu. Tapi, kalau kita pikir, sekiranya
kita mati dalam keadaan yang penuh dosa, apakah kita siap untuk mendapatkan
pertanyaan dari para malaikat, atau apakah kita akan bisa membela diri ketika
datang suatu masa dimana mulut-mulut kita terkunci. Mulut yang suka membela
diri, yang suka memutarbalikkan fakta itu, apakah dia masih bisa membela diri
sang empunya?
Sebaliknya, tangan yang selama
kita hidup tidak pernah berbicara apa-apa. Tangan yang sekarang kita anggap dia
merestui segala ketidakberesan kita. Tangan itu akan berbicara di suatu saat nanti.
Kemudian, tasyahadu arjuluhum (kaki akan memberikan kesaksian). Kedua kaki kita akan memberikan kesaksian
juga bahwa selama hidup si fulan melakukan ini dan itu.
Sungguh, di dunia ini kita masih
bisa ada peluang untuk lari dari hukum manusia. Kita masih bisa ber-apologi.
Masih bisa menang dalam persidangan hakim. Tapi, di akhirat sana, mampukah kita
untuk lari dari hukum Allah? Itulah yang membuat kenapa Khalifah Umar bin
Khattab ra, ketika tahu bahwa anaknya telah berbuat dosa besar, dia kemudian
mencambuknya sebanyak 100 kali. Para sahabat disamping Umar memintanya untuk
tidak meneruskan cambukan yang sungguh pedih itu. Sampai pada cambukan yang
ke-100 dan sang anak meninggal, Khalifah Umar tetap berpegang pada keputusannya
itu.
Apa pertimbangan Umar ketika
meneruskan cambukan bagi anaknya itu? Bayangkan! Ini anaknya. Anak yang berasal
dari benihnya sendiri. Anak laki-laki, yang di kalangan bangsa Arab ketika itu
adalah berkah mendapatkan anak laki-laki. Umar berkeyakinan bahwa, kalau tidak
menjalankan hukum Allah di dunia ini, maka kelak dia yang akan dihukum. Kalau
sekarang anaknya merasakan sakitnya hukuman dunia, maka kelak dengan taubatnya,
dia insya Allah akan mendapatkan kebaikan dan ampunan dari Allah di akhirat.
Saudara pembaca sekalian. Kita
semua pasti pernah berbuat dosa dalam variasi yang berbeda-beda. Mumpung kita
masih diberikan nafas untuk hidup, marilah kita berubah. Kalau dulu kita pernah
berbuat dosa, yakinlah bahwa Allah sang penerima taubat. Umar bin Khattab ra
dulunya adalah orang yang pernah mengubur hidup-hidup putri perempuannya. Tapi
kemudian beliau taubat. Panglima Khalid bin Walid, waktu belum Islam, gara-gara
dia banyak kaum muslimin berguguran dalam perang Uhud. Tapi ketika dia taubat,
masuk Islam, maka dia pun mendapatkan tempat terbaik dalam Islam. Dan, masih
banyak lagi kisah orang-orang yang dosanya sangat banyak, namun mereka sadar
sesadar-sadarnya, bahwa mereka juga nanti akan mati, dan kalau mati, apakah
mereka akan siap menghadapi dua hal: SURGA atau NERAKA? Kalau bukan surga, maka
neraka-lah tempat manusia akan berada nanti.
Kita berdoa kepada Allah
semoga Allah mengampuni segala dosa kita dan menunjukkan kita selalu jalan-Nya
yang terbaik. Rabbana, janganlah engkau
palingkan hati kami setelah kami mendapatkan petunjuk... Subhaanakallahumma wabihamdika Nasyhadu An Laa Ilaaha Illa Anta
Nastaghfiruka wa natuubu Ilaik...[]
No comments:
Post a Comment