KETIKA Thomas Alva
Edison berusia kurang lebih sembilan tahun, ibunya memberikan sebuah buku ilmu
alam karangan Richard Green Parker. Buku ini dibacanya dengan sekejap mata
dengan penuh perhatian dan minat. Saat membaca, ia merasa seolah-olah tiap
baris dalam buku menggerakkan semangatnya untuk melakukan
penyelidikan-penyelidikan hingga diperoleh pemecahan atas masalah-masalah yang
dibacanya.
Ketika
berusia dua belas tahun, ia telah memiliki usaha kecil-kecilan. Tiap hari
Edison melakukan perjalanan dengan kereta api antara Port Huron dan Detroit
pulang pergi, dengan maksud untuk menjual koran, buah-buahan serta makanan
kepada para penumpang sepanjang perjalanan itu.
Apabila
berada di Detroit, segera setelah selesai membeli barang dagangan untuk dijual
dalam perjalanan, ia menuju ke perpustakaan besar. Ia bermaksud untuk membaca
seluruh isi buku dari awal sampai akhir. Perhatian serta minatnya tidaklah
ditujukan pada suatu hal khas, tetapi untuk segala sesuatu yang dapat
dibacanya.
Mulailah
ia meminjam buku-buku dalam urutan yang terletak dalam rak. Dengan cara ini ia
telah berhasil membaca buku-buku yang tebal seluruhnya, kurang lebih lima
meter. Ia menguasai bahan yang dibacanya. Bahkan buku Principia karangan
Newton dibacanya dengan penuh perhatian.
Suatu
hari, pada penelitiannya yang kurang lebih ke-700 kali, ia selalu gagal.
Asistennya pun mengeluh. ”Orang
yang gagal dalam hidup ini,” kata Edison,
“Ialah orang yang hidup dan gagal belajar.” Pada kesempatan lain ia
berujar optimis, “Saya pasti akan sukses karena telah kehabisan percobaan yang
gagal.” Dan betul, dia berhasil setelah sepasukan kegagalan bosan
menggempurnya. Dia berhasil, dia juga
menang. []
No comments:
Post a Comment