UCAPAN yang baik adalah yang tidak keluar bebas, akan
tetapi yang telah lulus seleksi dalam ranah pemikiran dan perasaan. Bisa memilih kata yang harus keluar di waktu dan moment yang tepat
adalah tanda bahwa kita tipikal manusia yang berhati-hati. Mereka yang
berhati-hati ini pastinya disenangi oleh yang lainnya karena ia tidak menyakiti
hati orang. Berbeda dengan mereka yang asal ceplas
ceplos, komentar kiri kanan yang akhirnya membuat hati orang terganggu.
Dalam bukunya Skill With People,
Les Giblin (2005) memberikan nasihat sangat penting kepada kita lima cara
terampil melakukan percakapan. Kata Giblin sebagai berikut:
Pada
point pertama, Ketahuilah apa yang ingin Anda katakan. Jika
Anda tidak tahu dengan tepat apa yang ingin Anda katakan, janganlah berdiri
atau membuka mulut Anda. Bicaralah dengan otoritas, dari pengetahuan, dengan
keyakinan—dan ini hanya bisa terjadi jika Anda tahu apa yang ingin Anda
katakan.
“Katakan dan duduklah,” ini yang kedua. Singkat, langsung ke pokok masalah, dan kemudian duduk. Ingatlah! Tidak
seorang pun pernah dikritik karena terlalu sedikit bicara. Jika diperlukan,
orang akan memintanya dari Anda. Jadi, lupakanlah jadi pemenang!
Bagian ketiga, Pandanglah pendengar sewaktu Anda bicara. Pentingnya aturan ini tidaklah
dilebih-lebihkan. Siapapun yang berharga untuk diajak bicara jelas berharga
untuk dipandang. Itu sebabnya pembicara yang hanya membaca teks mereka
seringkali tidak meninggalkan kesan.
Keempat,
Bicarakanlah apa yang
menarik minat pendengar. Yang penting bukanlah apa yang ingin Anda katakan,
akan tetapi apa yang ingin didengar oleh si pendengar. Minat pendengar adalah
di atas segalanya, bukan minat Anda!
Suatu metode pasti menjadi seorang pembicara yang menarik dan disukai
adalah mengatakan pada orang apa yang ingin mereka dengar. Sedangkan yang
kelima, Janganlah
berusaha membuat sebuah pidato. Jangan berusaha untuk berorasi—hanya sedikit
orang yang bisa melakukannya. Sebaliknya, buatlah pembicaraan. Bersikaplah alamiah. Jadilah diri Anda sendiri. Itu sebabnya, Anda membuat
pembicaraan. Katakan saja apa
yang ingin Anda katakan, dengan wajar, secara natural.
Lebih baik berkata-kata yang
baik saja, yang penting dan berguna, ketimbang asal. Atau kalau mau baiknya lagi: diam. Akan tetapi, jika kita mendengar nama nabi kita
yang mulia disebut, kita tidak boleh diam. Kita harus bersalawat untuknya. Jika tidak, berarti kita akan termasuk dalam golongan orang bakhil
yang tidak akan melihat wajah nabi Muhammad di hari kiamat.
Diriwayatkan dari Siti Aisyah bahwa ia telah berkata,
"Ketika aku sedang menjahit baju pada waktu sahur (sebelum Subuh) maka
jatuhlah jarum dari tanganku, kebetulan lampu pun padam, lalu masuklah
Rasulullah Saw. Ketika itu juga aku dapat mengutip jarum itu karena cahaya
wajahnya, lalu aku berkata, “Ya Rasulullah alangkah bercahayanya wajahmu!”
Seterusnya aku bertanya: "Siapakah yang tidak akan
melihatmu pada hari kiamat?"
Jawab Rasulullah Saw, "Orang yang bakhil."
Aku bertanya lagi, "Siapakah orang yang bakhil
itu?"
Jawab baginda, "Orang yang ketika disebut namaku di
depannya, dia tidak mengucap saalawat ke atasku."
Rasulullah bersabda, “Siapa yang beriman kepada Allah
dan hari akhir, maka hendaklah berkata yang baik atau diam.” (HR.
Al-Bukhari)
Hadis ini
mengandung pesan yang paling jelas, yaitu kita harus menjaga lidah
masing-masing. Jangan sampai lidah itu, yang tidak terjaga, malah menjerumuskan
kita pada dosa. []
No comments:
Post a Comment