TUJUAN diciptanya kita semua
adalah untuk menyembah Allah. Allah Swt berfirman:
“Dan Aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat: 56)
Walau Allah telah memerintahkan semua
manusia dan jin untuk beribadah, tapi sejarah kemanusiaan selalu memperlihatkan
banyak umat manusia yang sengaja menutup mata hatinya. Betapa banyak yang
dengan angkuhnya melalaikan dan mencari sesembahan selain Allah. Bahkan, ada
individu dan kelompok yang terang-terangan menghina, mencaci-maki dan berpaling
dari ajaran Tauhid yang dibawa para rasul yang mulia.
Jika jeli memperhatikan perputaran
jarum sejarah, maka akan terbuka lebarlah di depan mata kita perihal kaum-kaum
yang dimusnahkan. Mereka punya peradaban yang besar, tinggi, maju dan kuat.
Akan tetapi segala kekuatan dan kemajuan yang merasa banggakan itu sama sekali
tidak menyelamatkan mereka dari azab yang ditimpakan Allah. Mereka disiksa, itu
karena mereka ingkar. Mereka dihinakan, itu karena mereka lalai. Mereka
dimusnahkan, hancur lebur! Itu karena mereka sombong dengan kemajuan yang telah
mereka raih.
Allah menggambarkan kondisi mereka
yang berperadaban tinggi itu sebagai berikut:
“Dan berapa
banyaknya umat-umat yang telah Kami binasakan sebelum mereka yang mereka itu
lebih besar kekuatannya daripada mereka ini, maka mereka (yang telah
dibinasakan itu) telah pernah menjelajah di beberapa negeri. Adakah (mereka)
mendapat tempat lari (dari kebinasaan)?” (QS. Qaaf: 36)
Dalam
e-book Bangsa Musnah, Harun Yahya
menulis: “Dalam ayat ini, ditekankan secara khusus dua sifat dari kaum yang
telah dihancurkan. Pertama, mereka “lebih besar kekuatannya.” Artinya,
masyarakat-masyarakat tersebut telah mencapai sistem birokrasi-militer yang
kuat dan disiplin dan meraih kekuasaan di wilayah mereka dengan kekuatan. Kedua,
masyarakat-masyarakat itu mendirikan kota-kota besar yang dicirikan dengan
karya-karya arsitektur mereka.”
Kedua
sifat yang patut kita perhatikan dalam ayat ini, tulis intelektual Islam asal
Turki itu, bahwa kedua sifat ini dimiliki oleh peradaban kita sekarang, yang
telah membentuk sebuah kebudayaan dunia yang begitu luas melalui ilmu
pengetahuan dan teknologi, serta telah mendirikan negara-negara yang
tersentralisasi, kota-kota besar, namun mengingkari, mengabaikan Allah dan
melupakan bahwa semua itu dimungkinkan karena kekuasan Allah.
Peradaban
kita telah berkembang begitu pesat. Dulu berbulan-bulan perjalanan, kini dengan
pesawat terbang kita begitu cepat tiba di tempat tujuan. Dulu informasi
tersebar begitu terbatas. Sekarang dengan komputer, informasi yang terjadi di
suatu negara bisa langsung diakses oleh negara lain lewat jaringan cyberspace
atau yang kita kenal dengan internet (interconnected network). Dulu
berminggu-minggu kita kirimkan kabar telegram, kini hanya dengan menekan tombol
ponsel, pesan kita telah terkirim para nomor yang dituju.
Dengan
kecanggihan ilmu dan teknologi ini membuat sebagian manusia lupa daratan, lalai
bahwa sesungguhnya hal itu bisa mungkin karena kuasa Allah semata. Allah hendak
menguji manusia dengan akalnya, apakah mereka bersyukur atau kufur dengan
nikmat tersebut. Allah Swt berfirman:
“Dan (ingatlah
juga) tatkala Tuhanmu mema’lumkan: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti
Kami akan menambah (ni’mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni’mat-Ku),
maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim: 7)
Marilah
perhatikan negeri kita. Tayangan kemaksiatan, kelalaian dan kejahatan selalu
dihidangkan tiap hari. Awalnya kita membenci tayangan itu, tapi lama-lama
secara tidak sadar kita pun merasa sajian tayangan itu menjadi biasa, jadi
sesuatu yang lumrah.
Perjudian,
korupsi, kenakalan remaja, selingkuh, Teman Tapi Mesra (TTM), pergaulan
bebas, pacaran, narkoba, prostitusi
serta aborsi yang merebak di negeri kita. Ini menjadi fakta setiap hari di
media massa. Coba perhatikan beberapa headline dan petikan surat kabar
di bawah ini:
“Di Papua,
sedikitnya ada 82 pelajar positif AIDS dan 112 lagi positif HIV. Sehingga total
pelajar yang terkena HIV/AIDS sebanyak 194 pelajar.” (http://www.infopapua.com)
“Indonesia
Pemasok Perdagangan Anak Terbesar di Asia Tenggara.” (http://www.tempointeraktif.com)
“Hasil survei yang
dilakukan oleh Annisa Foundation baru-baru ini cukup mengejutkan
karena 42,3 persen pelajar perempuan telah melakukan hubungan seks pra-nikah.” (http://www.hidayatullah.com)
“Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Indonesia (BKKBI) mencatat sepanjang tahun 2000 angka aborsi
mencapai dua juta, 750 ribu diantaranya adalah remaja putri.” (Kompas, 28 Maret 2000)
”Sebuah badan PBB
yang berkecimpung dalam masalah AIDS, UNAIDS melaporkan bahwa selama 23 tahun
ini sudah 20 juta nyawa melayang karena HIV/ AIDS dan 37, 8 juta jiwa mengidap penyakit
ini.” (http://www.sinarharapan.co.id)
“Selasa, 30 Januari
2007. PALEMBANG: Ada 4 juta hingga 5 juta pelanggan seks komersial setiap bulan
di Indonesia. Dan sebagian dari pelanggan itu sudah menikah.” (http://www.suarakarya-online.com)
“JAKARTA, SELASA--Urusan
berselingkuh lewat SMS, orang Indonesia menjadi rajanya. Satu dari lima orang
di Indonesia mengaku pernah mengirim SMS selingkuh,” (http://www.kompas.com)
“Sikap Pemerintah atas Seks Bebas Rendah:
Promosi Alat Kontrasepsi Begitu Semarak.” (http://www.pikiran-rakyat.com)
Promosi Alat Kontrasepsi Begitu Semarak.” (http://www.pikiran-rakyat.com)
Ini baru beberapa fakta. Masih banyak
lagi kerusakan yang terjadi di negeri seribu pulau ini yang jika tidak segera
diatasi, maka tidak mustahil akan menjadi cikal bakal kita dimusnahkan oleh
Allah Swt. Naudzubillahi
min dzalik! Kita berdo’a semoga tidak menjadi kaum yang dilaknat oleh-Nya. Amin.
Bangsa-bangsa yang musnah
sebelum kita, itu karena mereka bermaksiat, menentang ajaran Allah Swt.
Tentunya kita tidak mau dihancurkan seperti kaum Nabi Nuh yang muncul air dan
aliran sangat deras menyembur dari dalam tanah, dibarengi dengan hujan yang
sangat lebat sehingga terjadilah banjir dahsyat! Kita tidak mau akan ditimpa
seperti kaum Nabi Luth yang dibinasakan dengan suara keras yang mengguntur,
ketika matahari akan terbit. Kota mereka pun terbalik kebawah! Dihujanilah
mereka dengan batu belerang yang sangat keras!
Dari rangkaian peristiwa yang
diabadikan al-Qur’an, sepatutnyalah hal itu menjadikan kita
sadar. Menjadikan hati kita
tergerak bahwa peristiwa itu bukan tidak mungkin akan terjadi pada bangsa kita.
Kota kaum Nabi Luth yang terbalik itu, tidak mustahil jika terus saja kita
lalai dari perintah Allah bisa-bisa akan ditimpakan kembali kepada kita.
“Sesungguhnya
pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Kami) bagi orang-orang
yang memperhatikan tanda-tanda.” (QS. Al Hijr: 76)
Pertanyaannya sekarang, maukah
kita dimusnahkan Allah seperti kaum-kaum sebelum kita akibat dosa-dosa yang
kita lakukan? Tentu tidak. Kita semua berharap semoga adzab yang pernah
ditimpakan Allah itu tidak menimpa kita. Tentunya ini bukan hanya sekedar do’a
seremonial, akan tetapi haruslah kita ikuti dengan kerja keras, niat yang tulus
ikhlas, taubatan nasuha dan berjuang menegakkan perintah Allah di muka bumi
ini.
Setidaknya ada tiga hal yang
perlu dilakukan agar kita tidak ditimpa adzab seperti yang terjadi pada
kaum-kaum sebelum kita. Yang pertama, taubat. Taubat berasal
dari bahasa Arab taba-yatubu yang berarti kembali. Taubat secara
syar’i berarti “Kesadaran untuk selalu kembali kepada pengamalan ajaran Islam
secara maksimal dan berkesinambungan.” Allah Swt berfirman:
”Hai
orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang
semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu
dan memasukkan kamu ke dalam syurga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai
pada hari ketika Allah tidak menghinakan nabi dan orang-orang yang beriman
bersama dengan dia, sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah
kanan mereka, sambil mereka mengatakan: ‘ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi
kami cahaya kami dan ampunilah kami, sesungguhnya Engkau Maha Kuasa Atas Segala
Sesuatu.” (QS.
At-Tahrim: 8)
Kita sadari bersama begitu
banyak dosa dan nista yang mengotori jiwa. Kita sadari banyak sekali noktah
hitam yang terus menetes di hati nurani yang berimplikasi pada keruhnya cermin
hati nurani. Begitu banyak kesalahan kita sebagai individu, sebagai anggota
masyarakat, sebagai warga negeri ini.
Solusi terbaik atas segala
permasalahan yang terus mendera negeri kita tak lain dan tak bukan adalah
taubat! Dengan taubatlah kita kembali pada niat awal. Kita kembali pada
kesucian. Kita kembali pada kefitrian hati. Kita kembali pada pangkal
seharusnya segala aktivitas kita, yaitu Tauhid—sikap mengesakan hanya Allah
yang kita sembah, kita meminta, dan memohon pertolongan.
Taubat kita haruslah berasal
dari jiwa yang paling dalam. Bukan hanya karena tsunami atau ada kapal
penumpang yang terbakar atau banjir atau gempa bumi atau segala macam bencana
yang baru saja kita lihat di depan mata! Taubat kita seharusnya
berkesinambungan dalam keseharian kita.
Dengan taubatlah negeri kita
akan aman dan menjadi negeri yang baik yang mendapat ampunan dari Allah. Jika
kita tidak bertaubat dari dosa-dosa kita maka sungguh kita tidak mustahil kita
akan terancam untuk mati dalam keadaan su’ul khatimah! Naudzubillah.
Yang
kedua, kembali kepada al-Qur’an dan As-Sunnah.
Setelah kita taubat dengan penghayatan dari hati kita yang paling dalam, maka
kita melanjutkan dengan kembali pada rujukan kita yaitu al-Qur’an dan As-Sunnah. Dalam kehidupan sehari-hari kita kerap meninggalkan
al-Qur’an dan sering lalai mengikuti sunnah Nabi kita yang mulia Muhammad al-Mushthafa.
Kembali kepada al-Qur’an bermakna kembali pada pijakan dasar kita sebagai seorang muslim. Dengan
kembali kepada kitab termulia inilah kita akan bahagia. Dengan sering-sering
mempelajari, mengajarkan dan mempraktekkan jiwa al-Qur’anlah kita akan
menjadi manusia terbaik. Rasulullah Saw bersabda, seperti dalam riwayat Bukhari
dan Muslim, “Orang terbaik di antara kamu ialah yang mempelajari al-Qur’an dan mengajarkannya.”
Begitu juga dengan sunnah
nabi. Kenapa kita sering sakit-sakitan? Itu karena kita tidak bangga dengan
cara menjaga penyakit ala
nabi. Itu karena kita lebih beriman kepada pengobatan selain nabi Saw. Padahal,
sejarah membuktikan bahwa selama 63 tahun umur beliau, Rasulullah hanya sakit
sebanyak dua kali! Pertama di pertengahan umurnya dan kedua ketika beliau
hendak meninggal, dan nyaris ketika sakit beliau tidak banyak merepotkan masyarakat
dalam sakitnya.
Kembali kepada sunnah nabi
berarti kita kembali pada perkataan dan perbuatan yang dilakukan nabi. Nabi
Muhammad Saw adalah orang termulia di jagad ini. Dialah nabi penutup (khatamun nabiyyin) yang tidak ada lagi
nabi sesudahnya. Dialah yang sangat sabar saat berda’wah, sangat santun dalam
bertingkah laku, sangat pemaaf kepada orang yang memusuhinya dan sangat gagah
berani dalam medan pertempuran. Kembali kepada kedua rujukan ini berarti kita
kembali kepada rujukan utama kita dalam berislam.
Ketiga, berdakwah. Kaidah dalam dakwah adalah amar
ma’ruf nahi mungkar (menyeru pada kebaikan dan mencegah pada kemungkaran).
Jika kita serius bertaubat maka kita harus menjadi da’i! Kita harus menjadi
pejuang dakwah yang
menyeru pada kebaikan, dengan tetap berakhlak mulia!
Dengan berdakwah kita akan jadi bangsa yang mulia. Dengan berda’wah, derajat dan
martabat kita akan terangkat di hadapan Allah Swt. Dengan berda’wah, kita
mencerdaskan masyarakat untuk paham dan mengaplikasikan nilai Tauhid. Dengan
berdawahlah, kita akan mendapatkan pahala dari yang sangat banyak. Rasulullah
Saw bersabda:
”Barangsiapa
mengajak pada petunjuk, niscaya ia mendapat pahala sebanyak pahala-pahala semua
orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi pahala-pahala mereka sedikitpun. Dan
barangsiapa mengajak pada kesesatan, niscaya ia mendapat dosa-dosa semua orang
yang mengikutinya, tanpa mengurangi dosa-dosa mereka sedikitpun.” (HR.
Muslim)
Marilah kita berdakwah. Marilah kita serukan kebenaran Islam, kebenaran perintah, larangan,
kisah-kisah kaum terdahulu, berita masa depan yang terdapat dalam Al-Qur’an.
Marilah kita bersungguh-sungguh untuk menjadi muslim yang taat. Marilah kita
berjuang sekuat tenaga menjadi da’i yang akan membangkitkan kesadaran umat
manusia dari buaian cinta yang berlebihan pada dunia.
Olehnya itu, agar kita tidak
musnah oleh murka Allah, maka saatnyalah kita kembali kepada jiwa yang suci
dengan menjadi muslim sejati. Tentunya ini agar kita berbahagia di dunia dan akhirat. Marilah kita mentafakkuri firman Allah berikut:
“Belumkah datang kepada mereka berita
penting tentang orang-orang yang sebelum mereka, (yaitu) kaum Nuh, ‘Aad,
Tsamud, kaum Ibrahim, penduduk Madyan, dan (penduduk) negeri-negeri yang telah
musnah? Telah datang kepada mereka rasul-rasul dengan membawa keterangan yang
nyata; maka Allah tidaklah sekali-kali menganiaya mereka, akan tetapi merekalah
yang menganiaya diri mereka sendiri.” (QS. At-Taubah: 70) []
No comments:
Post a Comment